Siapa Hoegeng? Sang Jendral Polisi Hoegeng dipercaya menjadi Kapolri pada 9 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971.
Tokoh Indonesia yang satu ini
terkenal sebagai polisi yang jujur dan sederhana ditengah ketidakpercayaan
masyarakat kepada kepolisian. Berikut profil dan biografinya. Hoegeng Imam
Santoso merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi
Kalsoem. Beliau lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan. Meskipun berasal
dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah
Hindia Belanda), namun perilaku Hoegeng kecil sama sekali tidak menunjukkan
kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa.
Hoegeng sama sekali tidak pernah mempermasalahkan ningrat atau tidaknya
seseorang dalam bergaul. Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang
sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena
itu ia seringkali berpindah-pindah rumah kontrakan.
Kehidupan Hoegeng Imam Santoso
Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng mengenyam pendidikan dasarnya pada usia enam tahun pada tahun 1927 di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Tamat dari HIS pada tahun 1934, ia memasuki Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan. Pada tahun 1937 setelah lulus MULO, ia melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School (AMS) pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta. Pada saat bersekolah di AMS, bakatnya dalam bidang bahasa sangatlah menonjol. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa sungkan-sungkan dengan tidak mempedulikan ras atau bangsa apa.
Kehidupan Hoegeng Imam Santoso
Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng mengenyam pendidikan dasarnya pada usia enam tahun pada tahun 1927 di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Tamat dari HIS pada tahun 1934, ia memasuki Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yaitu pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan. Pada tahun 1937 setelah lulus MULO, ia melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School (AMS) pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta. Pada saat bersekolah di AMS, bakatnya dalam bidang bahasa sangatlah menonjol. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa sungkan-sungkan dengan tidak mempedulikan ras atau bangsa apa.
Masuk Pendidikan dan Menjadi
Kapolri
Kemudian pada tahun 1940, saat usianya menginjak 19 tahun, ia memilih melanjutkan kuliahnya di Recht Hoge School (RHS) di Batavia. Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.
Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.
Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta
Kemudian pada tahun 1940, saat usianya menginjak 19 tahun, ia memilih melanjutkan kuliahnya di Recht Hoge School (RHS) di Batavia. Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.
Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.
Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta
Tiba Tepat Waktu dan Tak
Segan Turun ke Jalan
Sikap teladan Kapolri Hoegeng terlihat bahkan sebelum ia menuju kantor. Sebelumnya ia berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapan anggotanya mengatur arus lalu lintas. Meski begitu, Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB.
Sikap teladan Kapolri Hoegeng terlihat bahkan sebelum ia menuju kantor. Sebelumnya ia berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapan anggotanya mengatur arus lalu lintas. Meski begitu, Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB.
Di situasi tertentu, seperti malam
tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng tak segan untuk terjun langsung
memastikan kehadiran para petugas polisi.
Di rumahnya, Hoegeng tak pernah
menempatkan pos jaga. Hal itu dilakukan agar tidak ada jarak antara dirinya dan
masyarakat. Rumah itulah yang selalu jadi ‘Mabes Polri 24 Jam’. Artinya Hoegeng
siap melaksanakan tugas selama 24 jam.
Lebih Baik Hidup Melarat
Daripada Korupsi
Keteneran sosok Hoegeng dikenal dan mulai menjadi buah bibir saat bertugas di Kota Medan. Di sana Hoegeng mengobrak-abrik bandar judi Medan. Dia juga membongkar suap-menyuap pada para polisi dan jaksa di Medan yang menjadi antek bandar judi.
Keteneran sosok Hoegeng dikenal dan mulai menjadi buah bibir saat bertugas di Kota Medan. Di sana Hoegeng mengobrak-abrik bandar judi Medan. Dia juga membongkar suap-menyuap pada para polisi dan jaksa di Medan yang menjadi antek bandar judi.
Barang-barang mewah pemberian
bandar judi dilemparnya ke luar jendela. Meniru Wakil Presiden Mohammad Hatta,
Ia berprinsip ‘lebih baik hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi’.
Tanggal 15 Mei 1968, Presiden
Soeharto melantik Komjen Hoegeng Imam Santosa menjadi Kapolri. Sebagai Kapolri,
hidup Hoegeng jauh dari mewah. Hoegeng tak mau menerima suap satu sen pun.
Bahkan, untuk menutupi kekurangannya sang istri rela berjualan bunga walau
akhirnya disuruh berhenti oleh Hoegeng. Hoegeng takut profesi istrinya akan
dijadikan celah orang-orang yang ingin menyuapnya.
Hoegeng bahkan tak punya mobil
pribadi. Sehari-hari dia mengandalkan mobil dinas untuk memantau kondisi
Jakarta. Jika jalanan macet, sang jenderal tak segan turun dari mobilnya dan
mengatur lalu lintas bersama ajudannya.
Menolak Rayuan Pengusaha
Cantik
Sejumlah lembaga survey selalu menyebut DPR, kantor pajak dan kepolisian sebagai lembaga yang rentan dengan suap-menyuap. Mulai dari uang, mobil, barang mewah, hingga wanita.
Sejumlah lembaga survey selalu menyebut DPR, kantor pajak dan kepolisian sebagai lembaga yang rentan dengan suap-menyuap. Mulai dari uang, mobil, barang mewah, hingga wanita.
Godaan itu pun pernah mampir dalam
kehidupan seorang Kapolri Hoegeng Imam Santosa. Dikisahkan ia pernah dirayu
seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus
penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak
dilanjutkan ke pengadilan. Hoegeng yang dikenal sangat gencar memerangi
penyelundupan pun tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut atau apa pun
tawarannya.
Sang wanita berusaha mengajak damai
Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tanpa pikir panjang
hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi sampai disitu, si wanita
terus mendekati Hoegeng dengan berbagai cara.
Justru yang membuat Hoegeng heran,
koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita
itu. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur
dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya.
Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada
prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan
wanita.
Hoegeng Tak Pernah Bisa
Dibeli & Tak Mempan Disuap
Semasa menjabat, Kapolri Jenderal Hoegeng tak pernah sekedar memberi pesan atau imbauan. Ia sekaligus memberi contoh bagaimana menjadi polisi sejati. Ia pernah berpesan agar polisi tidak boleh menerima suap agar polisi itu tidak bisa dibeli.
Semasa menjabat, Kapolri Jenderal Hoegeng tak pernah sekedar memberi pesan atau imbauan. Ia sekaligus memberi contoh bagaimana menjadi polisi sejati. Ia pernah berpesan agar polisi tidak boleh menerima suap agar polisi itu tidak bisa dibeli.
Hoegeng telah membuktikan dirinya
memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng
terkenal karena keberanian dan kejujurannya yang tak sudi menerima suap sepeser
pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
“Baik menjadi orang penting, tapi
lebih penting menjadi orang baik,” pernyataan Hoegeng yang pernah dipesankan
kepada mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Buddarmo.
Sayangnya Polisi jujur ini
dipensiunkan tiba-tiba sebelum berhasil membabat habis para koruptor dan mafia
di Indonesia. Beredar rumor, pencopotan Hoegeng disebabkan keberaniannya yang
mengusik keluarga Cendana.
Kesederhanaan
Hoegeng Imam Santoso
Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok. Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi satu-satunya mobil yg ia miliki.Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari. Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500! Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000. Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun. Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya. Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.
Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok. Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi satu-satunya mobil yg ia miliki.Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari. Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500! Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000. Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun. Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya. Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.
Itulah sekadar beberapa catatan kenangan untuk Pak Hoegeng yg baru saja meninggalkan kita. Seorang yg hidupnya senantiasa jujur, seorang yg menjadi simbol bagi hidup jujur, dan simbol bagi kejujuran yg hidup.
Akhir Perjalanan Hoegeng
Saat Membongkar Kasus Pemerkosaan Sum
Pada tanggal 21 September 1970, seorang wanita penjual telur ayam (18th) bernama Sumarijem yang sedang menunggu bus tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa pria. Sum dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya.
Pada tanggal 21 September 1970, seorang wanita penjual telur ayam (18th) bernama Sumarijem yang sedang menunggu bus tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa pria. Sum dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya.
Setelah itu Sum ditinggal begitu
saja di pinggir jalan. Sum yang memilih melapor ke polisi justru dijadikan
tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu. Di hadapan wartawan, Sum
mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya dengan
berbagai ancaman.
Sidang perdana kasus Sum di
Pengadilan Negeri Yogyakarta berlangsung tertutup untuk wartawan. Belakangan
diketahui karena kasus tersebut melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh.
Singkat cerita, hakim menolak
tuntutan jaksa yang menuntut Sum tiga bulan penjara dan satu tahun percobaan.
Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti
memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Kapolri Hoegeng terus memantau
perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil
Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes
Suswono. Ia memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso
mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
“Perlu diketahui bahwa kita tidak
gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng saat itu.
Selanjutnya, Hoegeng membentuk tim
khusus untuk menangani kasus Sum melalui Tim Pemeriksa Sum Kuning, yang
dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju.
Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah
lewat media massa.
Seiring waktu, Presiden Soeharto
sampai turun tangan untuk menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di
istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Tim pemeriksa Pusat
Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa karena Kopkamtib adalah lembaga negara
yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap
membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?
Pada akhirnya, dalam kasus
persidangan perkosaan Sum, polisi mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang.
Dan semuanya bukanlah anak pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum
membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika
benar memerkosa.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan
besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng
dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai kasus Sum dijadikan alat
untuk mempensiunkan Jendral Hoegeng sekaligus untuk menutup kasus ini.
Ya, pada akhirnya Presiden Soeharto
memilih untuk mempensiunkan Hoegeng dari jabatannya sebagai Kapolri. Sebab,
keberaniannya dianggap mengganggu kepentingan keluarga Cendana dan kroninya.
Bahkan, usai pensiun, Soeharto berusaha menjauhkan Hoegeng dari publik.
Jasa-jasanya seperti ingin dihapuskan. Hoegeng bahkan dilarang datang ke
perayaan HUT Bhayangkari bertahun-tahun.
Namun, nama Hoegeng telah menjadi
legenda. Walau dikubur dalam-dalam, teladannya tak akan pernah bisa dilupakan.
Hoegeng menjabat 9 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971, hanya sebentar. Tapi teladan
Hoegeng dikenang sepanjang masa.
Benhenti
Menjadi Kapolri
Hoegeng diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971, dan ia kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan. Pemberhentian Hoegeng dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya di antaranya karena masa jabatannya sebagai Kapolri saat itu belum habis. Berbagai spekulasi muncul berkaitan dengan pemberhentiannya tersebut, antara lain dikarenakan figurnya terlalu populer dikalangan pers dan masyarakat. Selain itu ada pula yang menyebutkan bahwa ia diganti karena kebijaksanaannya tentang penggunaan helm yang dinilai sangat kontroversi.
Hoegeng diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971, dan ia kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan. Pemberhentian Hoegeng dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya di antaranya karena masa jabatannya sebagai Kapolri saat itu belum habis. Berbagai spekulasi muncul berkaitan dengan pemberhentiannya tersebut, antara lain dikarenakan figurnya terlalu populer dikalangan pers dan masyarakat. Selain itu ada pula yang menyebutkan bahwa ia diganti karena kebijaksanaannya tentang penggunaan helm yang dinilai sangat kontroversi.
Sifat
dan Perilaku yang patut di teladani:
1.
Kejujuran
2.
Kesederhanaan
3.
Kedisiplinan
4.
Kebijaksanaan
5.
Bertanggung
Jawab atas tugas